Di Indonesia sendiri pertumbuhan e-commerce mencapai 50% di kuartal 4, 2012 dibanding tahun sebelumnya dengan total perputaran uang mencapai Rp 10 triliun, sedangkan tingkat penjualan online diperkirakan terus meningkat 15% di kuartal 1 tahun 2013 ini.
“Sekarang selain mencari toko (retail) secara fisik, konsumen juga akan mencari di digital. Ini karena selain domestik people, global people pun mencari hal yang serupa untuk mencari informasi produk dan harga yang menarik (murah dan berkualitas) melalui website dan sosial media.” kata Pudjianto.
Sejurus dengan hal tersebut, peran teknologi digadang mampu untuk menaikkan brand retail ke level global, seperti yang dicontohkan wal-mart melalui mobile phone untuk aplikasi e-commerce, dan lainnya. Karenanya, Pudjianto menyakini, trend retail global termasuk di Indonesia akan mengarah fokus di perdagangan secara online (e-commerce). “Era kita sudah berubah, perkembangan teknologi juga mempengaruhi operasional bisnis retail,” katanya.
Menurut Pudjianto, ritel Indonesia kemungkinan besar akan masuk ke konsep yang baru, yaitu store without store. “sebenarnya hal ini sudah mulai sejak lima tahun yang lalu, walau intensitas dan perkembangannya masih kecil namun diperkirakan akan semakin massive digunakan sebagai sebuah media transaksi (e-commerce).”
Konsep ini memang mempermudah konsumen dengan pembelian barang yang bisa dilakukan secara online dan barang diantar langsung, sehingga konsumen tidak perlu datang ke outlet atau gerai. “Namun penjualan secara online juga memiliki kendala, misalnya barang fashion, mungkin bisa dijual melalui e-commerce. Tapi penjualan barang – barang kebutuhan sehari – hari sulit dilakukan mengingat marjin produk ini jenis ini lebih tipis. Kalau yang groceries marjin tipis. Mau tidak mau yang bisa melakukan itu adalah yang punya jaringan dan modal besar,” katanya.