Perum Bulog berencana menjual beras sachet ukuran 200 gram seharga Rp 2.500. Rencananya, beras tersebut bakal tersedia di seluruh Indonesia pada September mendatang. Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso latar belakang menjual beras dengan ukuran sachet itu untuk menjamin ketersediaan beras kepada masyarakat.
Dalam konsep marketing, aktivitas itu disebut sebagai sachet marketing atau strategi pemasaran yang melibatkan penawaran produk dalam kemasan kecil sekali pakai, yang dikenal sebagai sachet, dengan biaya lebih rendah daripada produk ukuran penuh.
Sachet marketing populer di negara-negara berkembang di mana pelanggan memiliki daya beli yang lebih rendah dan lebih suka membeli produk dalam jumlah kecil. Strategi ini biasanya digunakan untuk barang konsumen yang bergerak cepat (FMCG) seperti produk perawatan pribadi, makanan, dan minuman.
Sachet marketing memungkinkan perusahaan untuk menjangkau basis pelanggan yang lebih luas, termasuk mereka yang mungkin tidak mampu membeli ukuran yang lebih besar, dan juga memberikan peluang untuk mempromosikan loyalitas merek. Namun, pemasaran sachet juga dapat menghasilkan lebih banyak sampah plastik karena penggunaan kemasan sekali pakai yang dapat menjadi perhatian bagi lingkungan.
Dalam konteks beras Bulog, pertanyaan yeng mengemuka adalah apakah beras kemasan sachet akan berhasil? Apakah konsumen membutuhkan beras kemasan sachet? Bukankah selama ini konsumen memiliki keleluasaan memilih kuantitas beras yang mereka beli? Bukankah itu malah lebih mahal?
Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Bulog, Imam Subowo mengatakan ada beberapa daerah yang memasarkan beras sachet, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kemudian Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bengkulu akan memulai produksi beras sachet tersebut.
Bulog menjamin beras kemasan sachet Bulog kualitasnya baik. "Ini kan kualitas ada dengan jaminan kemasan ini tidak kena udara, setahun tahan, kutu juga nggak masuk," kata Budi. Tak dijelaskan apakah beras itu kualitas medium atau premium.
Soal kualitas beras tersebut berimplikasi pada harga. Diakui atau tidak, bila dihitung per satuan kilo, beras itu harganya Rp 12500 perkilo atau lebih mahal atau diatas harga eceran tertinggi di Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan yang Rp 9.450 per kg untuk kelas medium dan Rp 12.800 per kg untuk beras premium.
Dalam kajian marketing, yang dilakukan Perum Bulog tersebut masuk disebut sebagai sachet marketing. Istilah "sachet marketing" berasal dari kemasan shampo sekali pakai yang dijual dengan harga beberapa ribu rupiah. Dalam konteks ini terdapat tiga makna dalam pemasaran pemasaran sachet; aksesibilitas, keterjangkauan, dan pengendalian ukuran atau volume yang dikonsumsi.
Pada umumnya, produk kemasan sachet berkembang di negara-negara sedang berkembang. Produk dengan kemasan sachet biasanya ditujukan untuk pasar kelas bawah, namun dalam perkembangannya bisa diterima di segmen pasar yang lebih tinggi.
Ketika krisis ekonomi 1998 misalnya, Unilever meluncurkan produk sabun cuci atau mandi dan shampo dalam kemasan sachet kecil. Saat itu, karena begitu banyak konsumen yang tiba-tiba berjuang untuk memenuhi kebutuhannya, Unilever melihatnya sebagai peluang. Karena itulah, untuk menjaga agar penjualan stabil, Unilever menawarkan produk-produk dalam ukuran yang lebih kecil dan dengan harga yang lebih rendah.
Hasilnya, kemasan sachet berhasil menyelamatkan penjualan Unilever yang...