Berjalan secara gerilya melalui forum-forum on line terbatas semacam Kaskus dan Darahbiru, Mischief pelan-pelan menemukan penggemar loyal. Apalagi ketika kompetitor seangkatannya tumbang sat per satu dan akhirnya beralih ke wash lantaran pasar yang belum teredukasi cenderung lebih memilih produk wash. Para penggemar denim ini sering mengelompok dalam trade sendiri di Kaskus, dan kemudian menciptakan lingkungan social networking sendiri.
Mischief Denim Division mulai naik daun ketika dua tahun tren dry denim boom di tataran global yang tentu saja menular ke Indonesia. Mulai saat itu, kompetitor Mischief dari brand lokal kembali bermunculan menawarkan produk-produk jeans dengan tren raw denim dan Americana workwear.
Namun menurut Christian, makin banyaknya saingan justru menguntungkan karena title pioneer telah memosisikan mereka sebagai pilihan utama. Konsumen yang sudah lebih teredukasi praktis membuat rentang konsumen Mischief melebar. Seiring dengan itu, harga Mischief juga dinaikkan secara bertahap dengan tujuan agar tidak dicap murahan sekaligus dijadikan deferensiasi dari kompetitor.
Puncaknya, tahun 2012 lalu ketika mereka berani membuka off line store khusus di Jalan Trunojoyo, Bandung, dan setelah ikut dalam pameran Indigo, penjualan mereka langsung naik tiga kali lipat dibandingkan saat hanya memiliki sebuah toko yang tidak khusus memajang produk Mischief. Chris mengakui, untuk mempengaruhi orang lebih efektif melalui on line store. Namun untuk membuktikan berbagai klaim tersebut, orang tetap membutuhkan off line store karena di sana mereka bisa mencoba sebelum memutuskan untuk membeli. “Saat ini bisa dikatakan penjualan kita 75% melalui off line. Kalau dulu kebalikannya,” tambah pria 28 tahun tersebut.
Menyadari bahwa on line store sangat berpotensi untuk mempengaruhi konsumen, dua tahun terakhir Mischief rutin menggelar kontes belel di on line store mereka. Setiap kali kontes, pesertanya bisa mencapai 100-an orang dan lima belel terkeren biasanya diberi reward produk.
Dengan proses seperti itu, Chris mengaku mereka memiliki cukup banyak return customer yang bisa dikenali dari wajah-wajah yang muncul di Trunojoyo. Christian mengaku tidak terlalu berambisi melakukan ekspansi karena tidak semua workshop mampu melakukan detailing produksi sesempurna yang mereka inginkan dengan mesin yang berbeda-beda. “Kalau kita asal makloon akan menurunkan kualitas,” tambahnya.
Maret ini baru mereka berencana akan membuka satu cabang di Jakarta. Sebenarnya dari Surabaya dan Yogyakarta juga sudah ada permintaan, namun untuk in store saja, katanya, mereka merasa kewalahan. Bagaimana tidak, dari kapasitas produksi 900 piece dikeluarkan setiap season (tiga bulan), rata-rata hanya tersisa kurang dari 10 piece atau sekitar 5%. Itu pun untuk ukuran yang tidak umum. Untuk setiap musim, Mischief hanya mengeluarkan 4 artikel cutting dengan pembeda di modifikasi warna bahan dan benang.
"Kami selalu memberikan produk yang berbeda sebanyak empat kali dalam setahun. Kadang ada tema tersendiri dan berkolaborasi dengan artis grafis," terangnya. Kabar terakhir, Mischief akan menjalankan label baru bernama Black Label.
Selain harga yang dipertahankan premium, Mischief juga berprinsip pada idealisme untuk tidak pernah melakukan program promo dalam bentuk diskon agar orang tidak menunggu pembelian hanya saat ada potongan harga. Di sisi lain, strategi ini dipandang lebih efektif untuk mempertahankan ekuitas merek. “Nyatanya tanpa diskon pun sampai sekarang penjualan kami selalu sesuai harapan. Produksi kami upayakan meningkat terus,” ujarnya.