Branding Pemain Logistik Lokal, Kenapa Tidak...

Masih ingat dengan sosok Alfred Riedl? Mantan pelatih Timnas PSSI itu hampir saja batal melatih anak-anak gara-gara bolanya kempes terlindas mobil saat bermain. Lewat ponselnya, Alfred menghubungi perusahaan kurir untuk memesan bola. Sekejap kemudian, sebuah kendaraan logistik tiba di lapangan, membawa bola yang dipesan Alfred. Anak-anak pun akhirnya bisa berlatih sepakbola bersama Alfred Riedl.

Begitulah sepenggal iklan JNE, perusahaan kurir dan logistik, yang tayang awal Juli 2011 lalu di sejumlah televisi nasional. Iklan tersebut bertujuan untuk meningkatkan awareness khalayak terhadap brand JNE dimana Alfred tampil sebagai brand ambassador JNE.

"Penguasaan logistik memiliki makna terjaminnya security bridge Indonesia. Dalam arti, negara akan menghadapi instabilitas jika jalur logistik disalahgunakan."

Tidak hanya JNE sebagai perusahaan lokal, branding melalui iklan di televisi juga dilakukan perusahaan kurir dan logistik global seperti UPS, RPX, DHL maupun TNT. Mereka beriklan untuk tujuan serupa, yakni meningkatkan awareness publik terhadap brandnya.

Strategi branding yang dilakukan para pemain di industri logistik ini mengindikasikan adanya persaingan yang cukup ketat karena ceruk pasar (market size) di industri logistik nasional sangat besar. Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menengarai, iklim industri logistik dalam negeri sangat bagus. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, pertumbuhannya rata-rata 15-20% per tahun, yang berarti dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun ini, market size industri logistik di Indonesia menurut Frost Sullivan Consulting mencapai US$ 150 billion.

Menurutnya, ada dua faktor yang membuat industri logistik Indonesia tumbuh pesat. Pertama, volume logistik yang bertambah karena perdagangan domestik dan luar negeri berkembang dengan baik. Terlebih lagi Indonesia bisa melewati krisis yang kini tengah melanda negara kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Eropa Kondisi ini membuat semakin banyak pemain global masuk menggarap pasar di Indonesia, terutama menghadapi liberalisasi logistik ASEAN 2013 dan era pasar bebas melalui integrasi ekonomi ASEAN 2015.

Kedua, bertambah banyak perusahaan di Indonesia yang melakukan logistik outsourching yang sebelumnya dikelola sendiri. Kondisi ini membuat market menggelembung makin besar karena permintaan (demand) meningkat yang kemudian diikuti pula dengan bertambahnya jumlah pemain. “Persaingan logistik di dalam negeri sangat ketat, khusus di segmen logistik level 1 seperti trucking, kurir dan forwarding. Akan tetapi, persaingan di segmen logistik level 2 dan 3 seperti integrated logistics dan value added logistics masih terbuka lebar. Untuk beberapa industri seperti cold chain, e-commerce logistics dan fresh logistics masih belum banyak pemainnya,” papar Zaldy.

Saat ini terdapat ratusan pemain logistik baik lokal maupun global. Jumlahnya tidak bisa dipastikan karena perusahaan logistik bisa berupa perusahaan transportasi, warehousing, kurir, forwarding dan lain-lain. Berdasarkan catatan ALI, banyak muncul pemain baru, selain ada juga perusahaan yang tutup atau merger karena kalah bersaing.

Secara kuantitas, pemain lokal masih mendominasi. Namun, jika dilihat dari sisi kualitas seperti sumber daya manusia (SDM), IT, network global, maupun pelayanan (operational excellence), pemain asing secara umum lebih unggul. Bahkan, di bidang kurir (express), beberapa pemain global seperti DHL, TNT, UPS, dan RPX cukup besar penguasaan pasarnya (market share) kendati tidak signifikan.

Hal Ini adalah tantangan bagi pemain lokal terhadap kehadiran pemain asing di era interkoneksi logistik dan pasar bebas mendatang. Tak pelak, pemain logistik lokal harus kreatif dan inovatif agar bisa mengeliminasi persaingan yang ketat. JNE salah satunya. Perusahaan kurir dan logistik lokal yang telah beroperasi selama 25 tahun ini memang telah memprediksi tentang datangnya era pasar bebas yang melanda Indonesia sebagai implikasi dari globalisasi yang menghilangkan “sekat” antarnegara sehingga persiapan ke arah itu telah dilakukan JNE sejak dulu. “Agar bisa bersaing, pemain lokal harus punya daya saing internasional,” cetus Johari Zein, Managing Director JNE.

Diantaranya dukungan teknologi seperti IT yang memadai. Diakui, ciri khas dari produk logistik adalah kepastian. Hanya dengan teknologi canggih maka dapat dipastikan kiriman itu tiba sesuai jadwal. Sekalipun meleset, tapi tidak terlalu jauh. Ini pentingnya teknologi canggih yang mau tidak mau harus dimiliki oleh perushaan logistik, kalau memang ingin bersaing dan bisa diterima market secara baik.

Di Indonesia, hal ini menjadi tantangan dengan infrastrukturnya yang kurang memadai. Dengan kondisi jalan yang setiap saat bisa saja terjadi kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa diprediksi, seperti kondisi jalanan macet, jalan terputus akibat longsor, banjir, jembatan putus,dan lain-lain yang mengganggu proses pengiriman barang, namun dengan dilengkapi teknologi canggih maka hal-hal tersebut dapat segera diketahui dengan cepat. “Dengan teknologi canggih, kita bisa mengetahui sekaligus me-manage kepastian dalam proses pengiriman,” imbuh Johari.

Pages: 1 2
Tags:
JNE

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)