EKSPLOITASI ATAU PEMASARAN? PARADOKS HIP HOP DALAM DUNIA BRANDING

Selamat Ulang Tahun ke-50, Hip Hop. Kamu Mengubah Budaya.

Sejak kelahirannya di Bronx, New York pada tahun 1970-an, Hip hop telah berkembang menjadi fenomena budaya global yang tak terbantahkan. Dari musik dan tarian, hingga mode dan seni visual, hip hop telah merasuk ke dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jika Anda melihat sekeliling, hip hop ada di mana-mana; dari pakaian yang Anda kenakan, hingga video game yang Anda mainkan. Tidak ada satu pun desainer mode saat ini yang tidak terinspirasi dari genre ini. Louis Vuitton, rumah mode ternama, baru-baru ini menunjuk Pharell Williams sebagai direktur kreatif pria mereka.

Di Indonesia, hip hop makin popular ketika tarian breakdance popular. Antara tahun 1984 dan 1985, harian Kompas dan Majalah Tempo bayak memberitakan tentang breakdance. Kompas membuat istilah "tari kejang" sebagai sebutan untuk breakdance. Di sisi lain, Majalah Tempo, dalam edisi 5 Januari 1985, telah meliput fenomena breakdance dalam laporan khusus mereka.

Dalam artikelnya di Adweek, Bonin Bough, menulis bahwa Hip hop, yang dulunya digambarkan sebagai ungkapan pemberontakan atau kekerasan, kini telah menjadi fenomena budaya yang merubah status sosial ekonomi komunitas berkulit hitam, sekaligus mendefinisikan ulang arus budaya utama.

Melalui lirik dan rima, musisi hip hop telah menjadi legenda, dan legenda tersebut telah menjadi pengusaha, membuka jalan untuk mengecilkan jurang ketimpangan kekayaan bagi masyarakat berkulit hitam di masa mendatang.

Thun 2019, kolaborasi Gucci dan Dapper Dan memperkokoh kontribusi yang memadukan mode mewah dengan hip hop. Rihanna mengubah karir musiknya yang gemilang menjadi bisnis kecantikan yang menguntungkan, yang menjadikannya sebagai miliarder mandiri termuda di Amerika pada tahun 2022.

Saat genre itu mulai membentuk diri dan berkembang, industri periklanan mulai memperhatikan. Alih-alih melihat artis sebagai risiko, para pemasar mulai memahami bahwa imbalan dari bekerja sama dengan para figure terbaik hip hop jauh melebihi ketidakpastian sebelumnya.

Kesepakatan seperti kolaborasi Diddy dengan Ciroc atau Lil Nas X melakukan konser untuk Roblox di metaverse telah menunjukkan bahwa, dengan dukungan industri yang kuat, potensi periklanan hip hop tak terbatas. Bahkan merek skala besar seperti Diageo telah memperhatikan dan berinvestasi dalam hip hop di masa lalu dan sekarang melalui program seperti Hip Hop 50.

Maknanya, di balik kekuatan budayanya, hip hop juga telah menjadi mesin pemasaran yang tak terhentikan, mengubah cara merek berinteraksi dengan konsumen dan bagaimana konsumen merespons. Merek-merek kenamaan telah menggunakan hip hop sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka.

Adidas misalnya, tahun 2080-an telah menjalin kemitraan dengan Run DMC.  Grup rap ini merilis lagu berjudul "My Adidas," yang membantu meningkatkan penjualan sepatu Adidas dan memicu perjanjian sponsor pertama antara merek dan artis hip hop. Pesaingnya, Puma memiliki sejarah panjang dalam berkolaborasi dengan artis hip hop, seperti Jay-Z dan Nipsey Hussle. Puma juga bermitra dengan label rekaman Roc Nation milik Jay-Z dan melakukan berbagai kampanye iklan yang menampilkan musisi hip hop.

Tahun 2020, McDonald's berkolaborasi dengan rapper Travis Scott membuat "Travis Scott Meal." Kolaborasi ini menjadi sangat populer dan membantu meningkatkan penjualan McDonald's selama periode tersebut. Sementara itu, Sprite telah lama dikaitkan dengan budaya hip hop, dengan kampanye iklan yang menampilkan artis hip hop seperti Drake dan Vince Staples. Mereka juga menjadi sponsor resmi dari acara hip hop seperti BET Hip Hop Awards dan konser rap.

Pages: 1 2
Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)