EKSPLOITASI ATAU PEMASARAN? PARADOKS HIP HOP DALAM DUNIA BRANDING

Perusahaan-perusahaan ini mengenali hip hop sebagai gerakan budaya yang signifikan dan mampu mempengaruhi konsumen. Melalui kemitraan dengan artis dan penggunaan musik dan gaya hip hop, mereka dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan lebih muda.

Namun, ada pertanyaan mendasar yang perlu dijawab: Apakah industri ini telah melakukan pemasaran terhadap hip hop sebagai sebuah genre, atau apakah mereka telah melakukan pemasaran budaya dalam bentuk eksploitasi?

Industri ini, yang dulu dianggap sebagai gerakan budaya yang mendobrak, kini tampaknya lebih seperti produk dari mesin pemasaran yang dipompa oleh ekonomi pasar bebas. Di satu sisi, industri ini telah membantu mengangkat hip hop ke panggung dunia, memberikan ruang bagi seniman dan kreator untuk mengekspresikan diri dan berbagi kisah mereka dengan dunia.

Namun, di sisi lain, industri ini juga dapat dilihat sebagai pelaku eksploitasi budaya, menggunakan hip hop sebagai alat untuk menjual produk dan memperoleh keuntungan finansial tanpa memberikan kredit atau kompensasi yang cukup kepada komunitas yang menciptakan dan memelihara budaya ini.

Yang memprihatinkan, terkadang strategi pemasaran yang dijalankan beberapa perusahaan atau merek  memanfaatkan elemen-elemen hip hop tanpa memahami atau menghargai makna dan sejarahnya. Merek-merek besar seringkali menggunakan tren dan estetika hip hop dalam kampanye mereka, tanpa memberikan penghargaan yang tepat kepada budaya yang telah mereka manfaatkan.

Ketika Rolling Stone merilis daftar musisi berpenghasilan tertinggi pada tahun 2021, hanya satu di antaranya yang berkulit hitam. Padahal, pada tahun 2018, industri hip hop menyumbang 21,7% dari total konsumsi industri musik di AS, melampaui musik country sebagai genre musik yang paling banyak dikonsumsi di Amerika Serikat, dengan kontribusi 27,7% dari total penjualan album.

Namun, meski dengan pencapaian rekor tersebut, masih ada rasa bahwa ada lebih banyak yang harus dicapai, yang semakin mempertegas pentingnya ulang tahun ke-50 hip hop.

Strategi yang digunakan merek atau perusahaan tidak hanya mengurangi kedalaman dan kompleksitas hip hop sebagai sebuah genre dan budaya, tetapi juga dapat merusak reputasi dan integritas merek tersebut.

Selain itu, pemasaran yang berfokus pada eksploitasi budaya hip hop cenderung mempersempit representasi dan pandangan tentang apa itu hip hop dan siapa yang terlibat di dalamnya. Hip hop adalah genre yang sangat beragam, dengan seniman dan penggemar dari berbagai latar belakang etnis, ras, gender, dan kelas sosial. Namun, citra hip hop yang sering dipasarkan adalah stereotip sempit yang mengabaikan keberagaman ini, seringkali memfokuskan pada kehidupan jalanan, kekerasan, dan materialisme.

Maka, penting bagi industri pemasaran untuk memahami dan menghargai hip hop sebagai sebuah budaya dan bukan hanya sebagai alat pemasaran. Merek-merek perlu melibatkan seniman dan kreator hip hop dalam proses pembuatan kampanye dan produk, memberikan mereka kontrol kreatif dan kompensasi yang adil.

Mereka juga perlu berusaha untuk mewakili keberagaman dan kompleksitas hip hop, daripada mengandalkan stereotip dan klise. Hanya dengan demikian, pemasaran dapat menjadi alat yang positif untuk mempromosikan dan memperluas budaya hip hop, bukan merusak dan mengeksploitasinya.

Pages: 1 2
Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)