Berdasarkan pengalamannya, diyakini Uki, tren pemanfaatan KOL dalam kurun waktu satu tahun terakhir sudah semestinya patut dipertanyakan atau dipertimbangkan kembali, karena semakin tidak efisien, alias mahal, bahkan tidak efektif. "Artinya, KOL tidak menjamin bahwa jutaan followers-nya akan berpengaruh terhadap kenaikan product awareness, apalagi trial atau purchase,” ujarnya.
Hal itu terjadi karena tujuan utama strategi penggunaan KOL saat ini adalah engagement. “Dan semakin hari engagement-nya luput dari sasaran target audience yang diinginkan. Jadi, bahayanya adalah bahwa fans public figure seringkali terbukti berada di luar lingkaran target audience yang dituju. Ini jelas akan merugikan ROI (Return of Investment),” Uki mengingatkan.
Menurut Uki, jika brand masih sangat bergantung pada public figure sebagai KOL, berarti pemasaran 360° sudah kembali menjadi tradisional atau konvensional lagi. Sebab, apa yang disebut dengan "third party endorser" di kalangan konsumen, kini telah bergeser dari KOL menjadi KEL. Dan, KOL telah menjadi investasi usang dan mahal yang akan berpotensi merugikan ROI.
Uki menegaskan, KEL yang hasilnya akan luar biasa, biasanya berasal dari "lingkaran sendiri". Dia mencontohkan, produk-produk dari brand Unilever yang di-endorse oleh konsumennya sendiri dan dapat diperkuat lebih lanjut oleh 10.000 karyawan Unilever Indonesia. “Akan lebih mudah dan lebih murah untuk membuatnya viral,” ucapnya.
Sementara itu, makin mahalnya rate para KOL terbukti dari sejumlah KOL yang memasang tarif fantastis. Rachel Vennya misalnya, KOL yang beberapa waktu lalu sempat tersandung kasus hukum akibat mangkir dari karantina pasca bepergian ke luar negari, tetap memasang tarif tinggi.
Baru-baru ini, dalam e-rate card yang tersebar di sejumlah agensi, Rachel Vennya memasang tarif Rp 150 juta untuk Video Youtube eksklusif satu brand; Rp 100 juta untuk IG TV maksimal 3 menit; Rp 65 juta untuk IG Live, maksimal 1 jam; Rp 60 juta untuk Instagram video; Rp 40 juta untuk Instagram Photo; Rp 60 juta untuk menghadiri event, maksimal satu jam; Rp 75 juta sebagai pembicara di talkshow, maksimal satu jam; dan Rp 10 juta untuk sekali InstaStory plus Rp 1,5 juta jika ingin swipe-up link. Semua tarif tersebut belum termasuk pajak.
Selain itu, ia juga memasang catatan bahwa untuk pembayaran, harus dibayarkan 50% terlebih dulu sebelum konten diposting, dan sisanya harus dibayarkan paling lambat satu bulan setelah posting.
Jadi, pilih mana, KOL atau KEL?