BOIKOT ETIS: GERAKAN SOLIDARITAS UNTUK PERUBAHAN POSITIF

Berdasarkan survei Jakpat, terdapat 212 responden yang menunjukkan dukungan mereka melalui cara-cara lain. Dukungan tersebut terbagi menjadi berdoa, donasi, dan mendeklarasikan dukungan.

Menurut data, doa dan donasi menjadi metode utama responden dalam mendukung Palestina selain dari aksi boikot. Generasi X dan individu dengan status ekonomi yang lebih rendah dilaporkan lebih sering melakukan donasi dibandingkan dengan generasi lainnya.

Dari segi generasi, 50% Gen Z mendukung melalui doa dan 41% melalui donasi, sedangkan 9% mendeklarasikan dukungan mereka. Pada kelompok Millennials, 47% berdoa, 42% berdonasi, dan 10% mendeklarasikan dukungan. Untuk Gen X, ada 46% yang berdoa, 39% yang berdonasi, dan 10% yang mendeklarasikan dukungan.

Sementara itu, berdasarkan status sosial ekonomi (SES), data menunjukkan bahwa 47% dari kelompok SES atas berdoa, 41% berdonasi, dan 10% mendeklarasikan dukungan. Pada kelompok SES menengah, 46% berdoa, 43% berdonasi, dan 10% mendeklarasikan dukungan. Dan pada kelompok SES bawah, 55% berdoa, 40% berdonasi, dan 5% mendeklarasikan dukungan.

Solidaritas Lewat Doa: Dukungan Untuk Palestina

Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa ada berbagai cara responden mendukung Palestina di luar boikot, dan bahwa dukungan ini dilakukan lintas generasi dan strata sosial ekonomi. Doa dan donasi merupakan bentuk dukungan yang signifikan, dan mendeklarasikan dukungan juga menjadi bagian dari cara mereka menunjukkan solidaritas. Individu dari SES bawah tampaknya paling aktif dalam berdoa sebagai bentuk dukungan mereka.

Laporan Jakpat ini tidak hanya memberikan gambaran tentang reaksi konsumen terhadap gerakan boikot produk yang terkait dengan konflik Palestina-Israel, tetapi juga menyoroti kompleksitas dalam membuat keputusan etis dalam konsumsi.

Masyarakat Indonesia, dengan dukungan yang kuat terhadap Palestina, menunjukkan kemauan untuk mengubah kebiasaan konsumsi mereka sebagai bentuk solidaritas. Namun, tantangan praktis dalam memboikot dan kebutuhan akan alternatif yang layak menjadi hambatan yang nyata dalam penerapan prinsip etis dalam kehidupan sehari-hari.

Isu boikot terhadap produk dari merek yang diduga mendukung atau memiliki afiliasi dengan konflik Israel-Palestina telah menarik perhatian luas, termasuk di Indonesia. Gerakan ini, yang diperkuat oleh Fatwa Nomor 83 tahun 2023 dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), membuka dialog penting tentang kekuatan konsumen dalam mengadvokasi perubahan sosial dan politik melalui pilihan pembelian mereka.

Laporan survei Jakpat mengenai respons konsumen Indonesia terhadap isu boikot menawarkan wawasan yang berharga tentang dinamika konsumsi di tengah konteks global yang kompleks.

Pertama dan terutama, gerakan boikot ini menggarisbawahi kesadaran dan keterlibatan politik yang meningkat di kalangan masyarakat. Ini merupakan indikator yang sangat positif bahwa konsumen saat ini lebih dari sekadar pembeli; mereka adalah individu yang terinformasi dan peduli, yang keputusan pembeliannya dipandu oleh nilai dan prinsip.

Pages: 1 2 3 4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)