"Fenomena Sinetron Ikatan Cinta memang jarang terjadi, karena jumlah brand yang tampil dalam jeda iklan totalnya bisa sangat banyak. Sementara kuota iklan yang sering dipakai adalah 20% dari program. Wajar kalau sinetron Ikatan Cinta, dipanjangkan durasinya untuk menempatkan iklan itu dalam porsi yang masih wajar dibanding dengan panjang durasi sinetronya. Belum lagi, masalah Build In iklan di sela sela sinetron, yang rate-nya lebih mahal dan harus mengantre untuk mendapatkan tempat di sana," papar Janoe.
Bicara soal efektivitas beriklan di sinetron “Ikatan Cinta”, menurut Janoe, tergantung jenis brand dan objektif kampanye yang dipakai sebuah brand. “Kalau karakter sebuah sinetron itu cocok dan sebuah brand yang ingin membangun awareness main stream, bisa efektif. Meskipun, masih banyak faktor-faktor lain dalam efektivitas sebuah iklan dalam sebuah program,” ia menekankan.
Lebih jauh Janoe menegaskan, selain rating yang tinggi, iklan masih harus memenuhi beberapa faktor untuk memenuhi tingkat efektivitasnya. Di antaranya, kekuatan pesan, relevansi image brand dengan program, stopping power dari iklan tersebut, dan sebagainya.
“Iklan yang lemah pesannya, yang tidak memiliki relevansi dengan karakter audience dan tidak memilki stopping power, tetap saja akan bisa berefek lemah ketika dipasang di sebuah program ber-rating tinggi. Jadi, akan ada faktor lain yang berpengaruh," ia menjelaskan.