Intinya, dalam menyusun program komunikasi yang efektif, aspek terpenting adalah memahami proses terjadinya respon dari konsumen. Misalnya dalam hal konsumen melakukan pembelian suatu produk, maka diperlukan pemahaman mengenai usaha promosi yang dapat mempengaruhi respon konsumen tersebut.
Belakangan banyak perusahaan yang menyadari kuatnya pengaruh dari “faktor ucapan” atau “perkataan dari mulut ke mulut” yang berasal dari saluran pakar dan sosial. Mereka mencari berbagai macam cara untuk mendorong saluran-saluran agar memberikan rekomendasi terhadap produk dan merek jasa mereka. Ini karena pada umumnya, pembeli mencari informasi yang banyak dan mencari informasi di luar media masa guna memperoleh rekomendasi dari pakar atau kenalan sosialnya. Perilaku pembelian seperti ini umumnya berlaku untuk produk yang mahal, berisiko, atau jang dibeli.
Selain itu, upaya mencari rekomendasi juga dilakukan manakala konsumen ingin membeli produk yang memberikan sesuatu yang berkaitan dengan status dan selera penggunanya. Disini pembeli akan berkonsultasi dengan orang lain untuk menghindari rasa malu.
Selama ini, model pengukuran pencapaian paling popular adalah AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). Melalui model ini, ada asumsi bahwa promosi dari sumber yang dikenal dan dipercaya merupakan faktor penentu keberhasilan dalam kampanye pemasaran viral, meningkatkan perhatian dan minat.
Dalam konteks pemasaran pariwisata online, ini juga dapat menyebabkan keinginan dan tindakan - meningkatkan jumlah wisatawan ke Florida atau Bekasi. Disini Frida menggunakan audience lokal sebagai sumber untuk mendistribusikan pesan kampanye untuk penonton lainnya. Dengan cara ini, warga Florida secara bersamaan dimanfaatkan sebagai penerima dan pengirim, melayani dua fungsi aktif dari tiga komponen proses komunikasi.
Perkembangan media sosial membuka peluang perusahaan untuk mengembangkan model di luar AIDA. Misalnya dengan menambahkan elemen search dan share ke dalam objective perencanaan komunikasi mereka. Search berarti konsumen akan mencari informasi sebelum melakukan pembeli. Sedangkan share, konsumen bersedia merekomendasikan merek kepada orang lain manakala mempunyai pengalaman yang memuaskan.
Agency Dentsu misalnya mengembangkan model AISAS (awareness, interest, share, action, dan share) dalam menentukan tujuan komunikasi. Konsep ini benar-benar beda dengan sebelumnya. Bila sebelumnya orang yang diceritakan hanya mendengarkan, tapi sekarang mereka akan ikut bicara. Semua orang saat ini berpartisipasi dalam komunikasi. Karena itu, banyak marketer yang mengarahkan agar bisa menciptakan image positif bagi brand melalui model ini.
Dengan memahami proses tersebut, pemasar dapat melakukan tugas perencanaan komunikasi secara lebih baik. Misalnya, seperti diketahui, internet kini menjadi sumber penting bagi konsumen yangingin mendapatkan informasi tentang suatu produk. Karena itu, beberapa merek kini mulai masuk ke Google atau Yahoo. Dengan kata lain, kini banyak merek yang memanfaatkan fasilitas search engine optimalization (SEO), agar ketika konsumen mencari informasi melalui Google misalnya informasi tentang mereknya muncul dalam pencarian itu.
Media yang dipergunakan oleh praktisi public relations juga makin luas dengan adanya praktek social media release, video news release (semisal melalui Youtube) dan sebagainya. Melalui media-media tersebut pesan tidak disapaikan secara monolog tapi memunginkan terjadinya dialog karena tersedianya fasilitas komentar, hak jawab dan sebagainya.
Bila menyimak hasil-hasil penelitian, masyarakat Indonesia menggunakan Facebook lebih sering setiap minggunya, dibandingkan dengan media tradisional seperti radio, koran dan majalah (TNS Survey, Oktober 2013). Bagi generasi muda Indonesia yang berusia antara 13 sampai 24 tahun, Facebook menjadi media sosial pertama yang dikunjungi untuk membagikan hal-hal seperti video, foto selfie, ataupun berita menarik lainnya (Coming of Age, October 2014).
Pengamatan Crowd DNA bertajuk “Coming of Age on Screens” pada Mei 2014, menyatakan bahwa 81% anak muda di Asia menggunakan ponsel saat menonton TV. Sedangkan, 84% anak muda Indonesia di usia 13-24 tahun mengakui bahwa mereka tidak dapat keluar rumah tanpa ponsel mereka, dan 69% berpendapat bahwa mereka lebih memilih ponsel daripada TV. Artinya, TV tidak lagi memiliki jangkauan yang kuat seperti sebelumnya, karena konsumen juga tetap menggunakan ponsel mereka disaat menonton TV. Dari jumlah orang yang membuka ponsel saat menonton TV, 85% diantaranya mengakses Facebook.
Dengan kata lain harus diakui bahwa meskipun ada laporan bahwa Facebook tengah berjuang menarik generasi baru, namun Facebook masih merupakan jaringan sosial terbesar dengan 1,35 miliar pengguna aktif bulanan (per September 2014), sementara YouTube mengambil kedua dengan 1 miliar. Peningkatan rata-rata usia pengguna Facebook mungkin benar-benar menjadi berkah bagi pemasar, dengan meningkatnya daya beli pengguna saat mereka tumbuh dewasa.
Data pengguna Facebook itu juga seakan meyakinkan bahwa alih-alih berbagi video melalui YouTube, merek kini lebih suka meng-upload video ke Facebook langsung. Data Oktober tahun lalu menunjukkan peningkatan pesat video yang diposting merek ke Facebook. Dengan kata lain, dalam waktu singkat sejak dimungkinkan untuk posting video, Facebook menyusul YouTube. Itu berarti, pemasar kini beralih ke Facebook video pertama - dan tren tampaknya makin cepat.