Kenapa Content Marketing Perlu Ada Pahlawan, Pecundang dan Korban?

Brand storytelling kini seakan bangkit untuk yang kedua kalinya. Storytelling adalah sebuah tradisi yang berlangsung sejak jaman dulu. Karena sudah menjadi tradisi seringkali orang lupa akan maknanya.

Bandingkan cerita Ana itu dengan cerita tentang Muhammad
Yunus. Profesor Yunus dikenal sebagai arsitek kredit mikro. Gagasan dan inovasi
kredit mikro itu muncul  tahun 1970an,
semasih dia menjadi profesor muda di bidang ekonomi. Suatu ketika, dia
melakukan kunjungan lapangan ke sebuah dusun miskin di Bangladesh.

Di dusun tersebut, dia dan murid-muridnya bertemu dengan seorang perempuan yang membuat penampungan tinja dari bambu di sebidang tanah berlumpur di luar gubuknya yang kumuh. Seorang "bankir" lokal meminjaminya uang untuk membeli bahan baku.

Perempuan itu tetap memiliki hak tunggal atas tempat penampungan itu tinja yang diperuntukan untuk umum itu. Cuma, harga sewa penggunaannya, ditentukan oleh banker itu. Beban itu diperberat dengan adanya suku bunga berbunga yang dia kenakan dengan cukup fantastis, 10 persen per hari.

Yunus datang menyelamatkan dengan memberi pinjaman kurang dari $ 27, jumlah yang cukup untuk membebaskan wanita itu dari jeratan kreditor local dan 41 orang lainnya dari cengkeraman kejam rentenir. 

"Jika aku bisa membuat begitu banyak orang bahagia dengan jumlah uang yang sangat kecil," kata Yunus, "mengapa tidak berbuat lebih banyak? Itulah yang saya coba lakukan sejak itu. ”

Dalam cerita itu ada yang berperan sebagai pahlawan, ada pecundang
dan ada korban. Kenapa itu penting? Kenyataan pahitnya adalah pelanggan Anda
tidak peduli dengan perusahaan atau produk Anda - mereka hanya peduli bagaimana
Anda akan memenuhi kebutuhan mereka.

Jika Anda ingin pelanggan Anda membeli produk atau layanan
Anda, pemasaran Anda harus berputar di sekitar pelanggan Anda dan tantangan
mereka. Disini pentingnya menjadikan pelanggan Anda sebagai pahlawan. Pelanggan
Anda menyelamatkan sang korban.

Digital marketing memang lebih dari sekadar pemasaran konten.
Demikian pula, brand image lebih dari sekadar pesan yang dipublikasikan. Benar
bahwa konten adalah king-nya namun mereka butuh media untuk menyebarluaskannya.

Artinya, selain content, pengelola merek harus mempertimbangkan
saluran komunikasi yang digunakan agar pesan tentang merek sampai ke tangan
yang tepat. Konsekuensinya, mengubah cara suatu produk dipesan atau diterima
adalah aspek lain dari perangkat keras digital marketing yang kreatif.

Saat ini, alat komunikasi dan PR baru menawarkan pemasar
alternatif yang lebih murah dan sama efektifnya untuk membangun kesadaran merek
dan produk. Aturan keterlibatan (rules of engagement) bisnis berubah.

Sekarang, perusahaan tidak cukup hanya memiliki produk yang
inovatif, layanan yang mendapat bintang, dan neraca yang kuat. Untuk
mendapatkan value jangka panjang dan menangkap keterlibatan pemangku
kepentingan yang sejati, perusahaan harus merangkul tujuan yang lebih tinggi.

Pages: 1 2 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)