Awal saya bergabung sebagai reporter Jawa Pos, Dahlan Iskan
pernah mengundang Amir Daud. Bekas wartawan Pedoman dan Pemred Bisnis Indonesia
diminta Dahlan untuk melatih reporter dalam tulis menulis.
Yang paling saya ingat ajarannya adalah bahwa dalam menulis harus ada paragraph. Biasa. Tapi ada yang tak biasa, yakni aturan bahwa setiap paragraf tidak boleh lebih dari tiga kalimat. Sulit memang tapi bukan berarti tak bisa.
Aturan lainnya, setiap kalimat tidak boleh lebih dari 12
kata. Lebih berat lagi. Bagaimana kalau kepanjangan? Ya dipenggal, jawab dia
santai.
Menurut dia dari sisi estetika paragraf yang tidak lebih
dari tiga kalimat lebih cantik. Dengan kalimat pendek, pembaca tidak capai. Demikian
pula dengan paragrafnya.
Tulisan enak dibaca, iya. Tapi kenapa harus tiga? Lama saya
mencari-cari tahu alasan itu. Belakangan baru saya faham.
Ingat iklan tahun 1999an yang isinya dialog dua anak? Anak
pertama bertanya, “Berapa Lapis?” dan dijawab anak kedua, “Ratusan!” Pernyataan
itu, dalam iklan diulang tiga kali. Bukan sekadar diulang tiga kali, tapi
perhatikan, pernyataan itu terdiri dari tiga kata.
Saat kampanye dan memerintah, Presiden Obama sering
berbicara dalam paket tiga juga. Ingat kalimat, “Yes We Can”? Saat berpidato
dan Obama mengucapkan kalimat itu, selalu diulang tiga kali atau kelipatan
dari tiga.
Ingat iklan KCF, selalu ada “KFC Jagonya Ayam.” Tagline McDonald’s? “I’m Lovin’ It’. Nike, Just Do
it. Kosmetik CoverGirl menggunakan tagline, “easy, breezy and beautiful.” Masih banyak iklan-iklan yang
menggunakan triad itu. Yang menarik
adalah sedikit penelitian yang menjelaskan triad yang banyak mempengaruhi
kehidupan melalui iklan-iklan yang kita lihat.
Tahun 2010an, ada tayangan iklan Tory Cheese Cracker yang diulang-ulang,
tiga kali juga. Kreatifnya standar. Yang menarik, usaha pemilik merek itu untuk
memasukkan pesan kepada konsumen dengan cara menyebutkan merek secara berulang
ulang. Dalam pengamatan saya, berhasil. Buktinya, iklan itu diingat meski ada
juga yang merasa – maaf – kesal.
Kenapa iklan diulang tiga kali? Tahun 1970an, Dr. Herbert
Krugman yang bekerja di General Electric mempelajari efek perhatian dan pembelajaran
iklan GE. Dia melakukan percobaan terpaan (exposure) tiga kali.
Hasilnya, pada terpaan pertama, ketika sebuah pesan iklan
dilihat atau didengar, reaksi pemirsa adalah berpikir tentang, "Apa
itu?" Respons pertamanya adalah mencoba dan memahami sifat stimulus konten.
Pada terpaan kedua, audience berpikir tentang, "What is
it?" dan "Ah ha, aku pernah melihat ini sebelumnya." Ini
melengkapi reaksi dasar terhadap pesan dengan pemahaman yang terjadi. Pada eksposur
ketiga, ini yang membuat audience ingat pesan tersebut. Saat itu
"penjualan" telah terjadi dan pesan Anda telah dipahami dan
"dibeli" oleh pemirsa.
Krugman tidak secara eksplisit menyebut hukum tiga. Setelah...